Sungai Bengawan Solo adalah sungai terbesar dan terpanjang di Pulau Jawa. Panjang Sungai Bengawan Solo adalah sekitar 548,53 km dan mengalir melewati dua provinsi yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sementara muara sungainya semula mengarah ke Selat Madura namun kemudian dialihkan ke Laut Jawa di daerah Ujung Pangkah dekat kota Gresik.
Total terdapat 20 kabupaten dan 3 kota yang dilewati oleh Sungai Bengawan Solo yang memiliki 2200 anak sungai. Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Kabupaten Gunungkidul juga pernah dilewati Sungai Bengawan Solo Purba, yang dulu alirannya mengarah ke selatan dan bermuara di Samudera Hindia.
Dikutip dari laman Kemendikbud, nama Sungai Bengawan Solo berasal dari bahasa Jawa klasik yaitu ‘bengawan’ yang bermakna besar dan ‘solo’ yang diambil dari nama Desa Sala di wilayah eks Karesidenan Surakarta. Sejarah panjang Sungai Bengawan Solo dapat ditarik ke zaman prasejarah, di mana arkeolog menemukan berbagai fosil manusia purba di lembah sungai ini. Beberapa fosil manusia purba yang pernah ditemukan antara lain fosil Pithecanthropus Erectus yang ditemukan oleh Eugene Dubois di Desa Trinil, sebuah desa di pinggir Bengawan Solo, Jawa Timur pada 1890. Ada pula fosil Homo Mojokertensis di Perning, Mojokerto, Jawa Timur dan Meganthropus Paleojavanicus di Sangiran, Jawa Tengah yang ditemukan Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald.
Selanjutnya masa Kerajaan Majapahit pada abad ke-8 hingga ke-14, Sungai Bengawan Solo menjadi jalur transportasi dan perdagangan dari dan ke pedalaman Jawa. Dilansir dari laman resmi Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PUPR, pembangunan infrastruktur SDA di Sungai Bengawan Solo telah dimulai pada abad ke-18 oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Salah satunya adalah pembangunan kanal Solo Vallei Werken dan sudetan Bengawan Solo dari Plangwot – Sidayu Lawas yang terhenti karena alasan biaya. Kemudian pada tahun 1880 dilakukan pengalihan aliran muara Sungai Bengawan Solo dari Selat Madura ke Ujung Pangkah untuk menghindari sedimentasi di Pelabuhan Tanjung Perak. Pemerintah kolonial juga membangun Waduk Pacal (1935) di Kabupaten Bojonegoro dan Waduk Prijetan (1916) di Kabupaten Lamongan untuk keperluan irigasi. Sementara untuk mengatasi masalah banjir dari aliran Sungai Bengawan Solo, pemerintah Indonesia juga membangun Waduk Gajah Mungkur di Desa Sendang, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Waduk Gajah Mungkur dibangun mulai tahun 1976 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 17 November 1981.